magelangan.
Seperti biasa, Warung burjo kanan jalan depan indomaret adalah tujuan kami.
Rame. 9/10 nya berisi pemuda pemuda kelaparan. Menyebutkan menu pilihan mereka sambil sesekali menghirup puntung rokok ditangan. Asap rokok dan asap makanan yg sudah mulai masak dari wajan mulai bercampur di ruangan kecil itu.
Dia melirik ku. Matanya bertanya dan mengkhawatirkan aku yg memang tidak menyukai asap rokok. Aku tersenyum. Mulai melangkah masuk menuju bangku di sudut ruangan. Menenangkan kekhawatiran nya. Toh, memang suasana seperti ini yg kental dengan warung burjo.
Setelah berhasil duduk, dia memesan menu makanan seperti biasa, minuman seperti biasa, dan meletakkan dompet serta hapenya seperti biasa. Kaki nya menyilang matanya tertuju padaku.
'Cinta dan Benci - Geisha' ucapnya puas. Aku tersadar menengok ke arah speaker di ujung ruangan berlawanan dengan tempat kami duduk.
Telinga ku baru merespon kembali suara alunan lagu dari penyanyi yg dia sebut. Ah, sial. Aku terlalu terpesona dengan kebiasaan kebiasaan kecil nya tadi. Dan membuatku kalah cepat menebak lagu yg mengalun. Kompetisi antara kami setiap menunggu makanan.
'Mikirin apa sih?' tanya nya.
'Hehe' aku menggeleng, selebar mungkin memasang senyum. Dia ikut tersenyum batal menanyakan apa yg sedang sibuk kupikirkan tadi.
'Mas, pokoknya aku gak mau sawi' ucapku tegas.
'Gak usah makan' balasnya lebih tegas.
Aku menunduk. Mulai komat kamit menyumpahinya.
Dia tertawa. Usil mengetuk ngetuk sumpit kekepalaku.
Satu menit berselang, orang di depanku masih sibuk menertawaiku. Dan satu menit berselang juga Aa' Burjo menyajikan pesanan kami.
Dua piring magelangan siap santap di depan kami. Setelah sejenak berdoa dia mulai mengaduk aduk nasinya.
'Armada - Asal kau bahagia' ucapku pelan sambil mencabut sendok dari tempatnya.
Dia tersenyum. Masih mengaduk ngaduk nasinya, membiarkan asap mengepul ngepul membumbung ke atas. Lalu beberapa detik kemudian dia menukar piring nya dengan piringku.
Aku tersenyum 'makasiiiiiw'
Dia menatap ku datar lalu mulai menyendok magelangan yg sebenernya miliku tadi. Seperti mendinginkan makanan ku memang kewajiban nya.
'Emang mas gak kepanasan? Tanyaku di sela sela kunyahanku.
Dia menggeleng.
'Kok gitu??? Tanyaku lagiii
Dia mulai menggangkat wajahnya dari piring, meminum sedikit es kopi nya lalu menatapku.
'Karna tenggorokan mu itu sensitif. Kalo kepanasan nanti sakit. Kalo aku enggak.'
Itu percakapan kami saat pertama kali aku bertanya kenapa dia selalu mengaduk aduk makanan ku terlebih dahulu sebelum dia makan.
'Sawinya dimakan jangan ditinggal' ucapnya lagi.
'iya mas' aku mulai mengubur benda benda hijau itu didalam nasiku. Berharap rasanya bisa berbaur dengan baik.
Magelangan di Burjo ini memang paling enak dibanding yg lain. Walaupun sering kali banyak pelanggan dengan asap rokoknya yg menganggu. Harumnya masakan di Burjo ini selalu berhasil menggugah selera dan mampu mengusir sedikit asap asap itu
Ku ambil sedotan ku lalu mulai ikut meminum gelasnya. Membuat dahi kami berbenturan. Kami tertawa.
Setelah tuntas menghabiskan gelasnya. Karna dia mengalah seperti biasa melihatku masih kehausan. Dia lalu berdiri menyuruh ku membereskan barang barangku. Dan kemudian berjalan ke kasir. Membayarnya. Yang artinya, besok giliranku membayar.
'Bunga - Bondan Prakoso' ucapnya sambil keluar melewatiku yg masih berdiri di dekat bangku kami tadi. Sedikit terpesona adegan dia mengambil sejumlah uang dari dompetnya. Membayarkan nya dan mengucapkan terimakasih sederhana. Adegan biasa tapi membuatku terus memperhatikan nya.
Aku kaget. Berusaha mengejar langkahnya.
'Huuuu curang, kan aku nungguin kamu'
Dia tertawa.
Komentar
Posting Komentar